Pelapor Dugaan Bullying SMA Binus Ganti Keterangan di RDP Komisi III DPR RI

2 hours ago 1
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Pada 31 Januari lalu, siswa berinisial RE melapor kepada kepolisian tentang adanya dugaan bullying yang terjadi pada 30 dan 31 Januari 2024 di BINUS School Simprug, Jakarta Selatan. Laporan ini kini berada di penyidikan kepolisian dan terus bergulir di publik.

Sebelumnya, dalam sejumlah konferensi pers dan podcast, ia mengaku telah dikeroyok oleh 3 orang serta digiring ke toilet sekolah oleh 30 orang, lalu ditinggalkan sendirian dalam kondisi menangis. Ia juga mengklaim rahangnya bengkok, hingga giginya hampir lepas.

Kejadian tersebut terjadi pada 30 dan 31 Januari 2024. Kasus ini pun telah dilaporkan pada 31 Januari, dan kini berada di penyidikan kepolisian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah bukti CCTV dan sebuah video dari dalam toilet terkuak ke publik, faktanya jumlah siswa yang masuk ke toilet bukanlah 30 orang melainkan 18 orang pada 30 Januari, dan 14 orang pada 31 Januari. Dalam video lain yang terungkap ke publik pun terlihat RE sedang adu pukul dengan seorang siswa lain, satu lawan satu. RE juga terlihat melemparkan sejumlah pukulan kepada siswa tersebut.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR RI dengan seluruh pihak terlibat, Kapolres Metro Jakarta Selatan, Ade Rahmad menyampaikan kronologi kejadian di tanggal 30 Januari.

"Yaitu saat korban bersama para terlapor sedang di kantin membicarakan pertandingan boxing, selama 5 detik, antara MGM dengan RE, di toilet sekolah lantai 4," jelasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (20/9/2024).

Diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR RI tersebut, RE mengganti detail ceritanya. Ia mengatakan dirinya digiring oleh belasan orang, bukan 30 orang.

Adapun dalam penutup sidang ini, Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman mengingatkan agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pihak terkait lainnya dapat mendukung penyelesaian permasalahan ini.

"Ini terkait anak, sehingga kita perlu kebijaksanaan. Kedua belah pihak adalah anak. Yang saya tangkap baik dari kuasa hukum, korban, terlapor dan sekolah memang ada ada perbedaan pendapat soal keterangan kejadian per kejadian. Tapi dalam konteks semangat, ingin masalah ini selesai, dengan semangat restoratif, saya lihat kesamaan itu, ini yang mau kita dorong," pungkas Habiburokhman.

(prf/ega)

Read Entire Article